Teacher Riana, yang ketika
lahir dan tumbuh besar di Jakarta, berprofesi sebagai guru Bahasa Mandarin di
sebuah sekolah internasional selama hampir belasan tahun, maupun menjadi guru
les privat di rumah para murid-muridnya, kini mengajar les / kursus Bahasa Mandarin
bagi murid-murid warga lokal di Thailand.
Teacher Riana mengenyam pendidikan
formil Bahasa Mandarin sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama di Jakarta,
berlanjut hingga setelah lulus kuliah dengan terbang ke China, menetap di negara
Tiongkok tersebut selama beberapa tahun untuk mendalami Bahasa Mandarin
(Chinese) secara langsung dari pusat budaya masyarakat China.
Setelah kembali ke Indonesia,
Teacher merintis karirnya sebagai guru Bahasa Mandarin serta mengajar kursus les
privat. Ketika kini tinggal dan menetap di Thailand, Teacher Riana kembali
mengajar dengan memberikan kursus berupa les privat.
Hampir satu dekade berlalu
sejak mendalami ilmu bahasa di China, Teacher Riana kembali mencoba berkunjung
sebagai traveller backpaker ke China,
untuk bernostalgia.
Terdapat banyak kenangan lucu
selama mengenal kultur masyarakat China yang agak sedikit “nyeleneh” dan kurang
menjaga kebersihan, sebagai contoh hanya mandi satu kali sehari (ternyata masyarakat
Indonesia masih lebih bersih, dalam hal jumlah mandi dalam sehari), dan ketika
mencoba membeli bakmie, ternyata minuman tehnya bukan dituang dari dalam teko,
namun dituang dari dalam KANTONG PLASTIK KRESEK!
Namun ternyata, ketika Teacher
Riana kembali mengunjungi Beijing dan Guangzhou, kini keadaannya telah banyak
berubah.
Beijing makin ketat peraturannya
buat warga mereka. Sehingga banyak diantara warga pendatang yang dulunya
tinggal buat usaha di Beijing, kini harus terpaksa balik ke kampung halamannya.
Banyak juga dijumpai renovasi,
sehingga saat Teacher Riana ke sana, banyak toko yang kini tutup dan dalam
tahap renovasi. Banyak informasi yang sebelumnya susah-payah dihimpun dari
informasi di internet tentang letak pusat perbelanjaan di China, menjadi
meleset dan mengecewakan.
Waktu Teacher Riana pergi mengunjungi kembali Kota
Beijing di Negeri China ini pada Juni 2019, banyak toko yang ternyata tutup karena
kondisinya sedang dalam tahap renovasi.
Jadi sebagai saran untuk sementara ini bagi Sobat
KWANG, lebih baik beberapa tahun mendatang baru datang buat travelling ke
Guangzhou China, saat dimana semua gedung sudah rapi. Pasti bakal bagus keadaan
dan situasi pemandangannya, meski akan kehilangan sedikit sentuhan citarasa
historical-nya seperti dulu kala saat Teacher Riana selama beberapa tahun
tinggal dan menetap di China.
Teknologi di China ternyata juga sudah banyak kemajuan,
desainnya futuristis, karya seninya penuh imajinasi, tidak kalah dengan negara
besar lainnya.
Banyak perubahan yang baik. Kini, Kota Beijing
lebih rapih, ada banyak sekali dijumpai mesin-mesin dan aja juga lho toko khusus
yang diperuntukkan bagi warga lokal maupun turis yang sedang mencari dan hendak
membeli berbagai boneka “action figure”
seperti mainan-mainan miniatur tokoh kartun ala khas Negeri Jepang.
Salah satu foto di artikel ini pasti sudah akrab
di ingatan pembaca di Indonesia. Apakah itu? “Permen kelinci”, permen
berbungkus putih dengan gambar logo kelinci, permen berbahan susu kenyal yang
ada semacam lapisan putih transparan diluarnya yang dapat dimakan. Permen
tersebut sangat populer di Indonesia saat KWANG masih kecil dan duduk di bangku
sekolah dasar di Jakarta.
Tetapi produknya sudah bukan hanya berbentuk permen
saja sekarang. Kini oleh produsennya dikembangkan juga produk-produk lain
seperti lotion untuk kulit, pengharum ruangan, parfum. Hahaha... 😊 Kreatif sekali
ya produsen di China, Sobat KWANG.
Lipstik juga. Dibuat ada semacam “lipstick
academy”, pengunjung bisa belajar bikin lipstik kalau beli sampai senilai berapa
yuan produk yang mereka jajakan. Bentuknya pun bermacam-macam pula. Sobat
berminat?
Ada mesin parkir mobil juga di China, sehingga
retribusi parkir tidak lagi menggunakan tukang parkir seperti Indonesia, tapi
sudah berbentuk mesin seperti di negara-negara maju. Dengan begitu, retribusi
tidak akan bocor ke oknum petugas parkir.
Saat Teacher Riana berkunjung
pada pertengahan Bulan Juni ini, karena di sana sedang musim panas, pukul 7-an
malam (alias pukul 19.00) ternyata keadaannya masih terang seperti di siang
hari. Pada pukul 8-an, barulah mulai temaram menuju gelap kondisi langitnya. Sehingga
keadaannya berbeda dengan di Indonesia yang pada pukul 18.00 selalu dapat
disebut sebagai sore hari kerena matahari mulai tenggelam.
Guangzhou, sewaktu Teacher
Riana tiba, karena hotel tempat menginapnya bukan berada di tengah kota, jadi
masih yang tidak enak lingkungannya.
Meski dari segi infrastruktur
telah banyak perubahan secara drastis dan pesat, namun ternyata orang-orangnya masih
kasar, judes, tidak perdulian (alias tidak empatik), dan tidak mau bantu kalau
ditanya. Lingkungan juga agak jorok.
China, dalam satu segi tertentu, ternyata bukanlah negeri
yang cocok untuk berwisata. Menjadi traveler tanpa panduan tour guide di China,
menjadi suatu kendala yang benar-benar mengkhawatirkan dan membuat khawatir.
Bayangkan saja, Teacher Riana
yang berwajah etnik Tionghua dan menguasai Bahasa Mandarin dengan demikian
fasih, mendapat kesulitan saat mencoba meminta bantuan informasi mengenai
lokasi pada warga lokal di China. Bagaimana jika sang turis tidak bisa
berbahasa Mandarin? Bisa-bisa si turis benar-benar merasa tersesat di tengah masyarakat
urban yang serba “cuek” dan “jutek” di China ini.
Namun pada saat menjelang hari
terakhir traveling, Teacher Riana sempet mengunjungi tengah kota, namanya “Kota
Baru”. Banyak mall dan gedung-gedung tinggi. Keren sekali, menurut Teacher
Riana.
Saat itulah, ketika Teacher
Riana tidak ada koneksi kenalan dan tak tahu tujuan, beruntung sekali Teacher
Riana berjodoh dapat bertemu satu orang gadis pelajar yang bersedia meluangkan
waktu untuk membantu Teacher Riana. Dianterkan jalan sampai tujuan.
Demikianlah kisah dari Teacher
Riana selama kembali berkunjung ke China. Sebagai kesimpulan, berwisata ke
China bukanlah destinasi yang tepat bila dilakukan traveling tanpa disertai
seorang tour guide, terlebih bila tidak menguasai Bahasa Mandarin. Terlebih
banyak juga pedagang di China yang kurang jujur menjajakan barangnya pada para
turis, terutama kepada turis asing.
Bila ada di antara saudara-saudara
atau kenalan Sobat KWANG yang membutuhkan guru les privat Bahasa Mandarin (Chinese Language) di Bangkok, Thailand,
dapat merujuk ke Kursus Privat Les Bahasa Mandarin di Bangkok, Thailand.
Teacher Riana berpengalaman
menjadi guru Bahasa Mandarin sebuah sekolah internasional di Jakarta dimana
para peserta siswanya menggunakan Bahasa Inggris secara aktif. Bahkan saat kini
mengajar les privat Bahasa Mandarin di Thailand, para murid-muridnya yang
berbahasa Thailand yang masih berusia sangat belia, diajarkan Bahasa Mandarin
dengan metode native speaker.
Sobat KWANG juga mungkin suka
menyimak artikel terkait “layanan unggulan” kami ini: (pada link di
bawah ini)
Karena KWANG EARRINGS
adalah teman terbaik mu! 😊
No comments:
Post a Comment